Rabu, 07 September 2016

INSTRUMEN NON TES


A.    PENDAHULUAN
Dalam proses pembelajaran ada tiga komponen utama yang merupakan satu kesatuan, yaitu tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran. Oleh karenanya, penilaian pembelajaran perlu dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi ketiga komponen tersebut. Seperti telah kita ketahui bahwa aspek yang perlu dinilai dalam pembelajaran meliputi aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Penilaian tes saja tidak cukup untuk menilai ketiga aspek kompetensi siswa tersebut, karena instrument tes hanya fokus pada penilaian aspek kognitif saja. Oleh karenanya perlu dikembangkan instrument non-tes yang dapat digunakan untuk menilai siswa tidak hanya dari segi koginitif saja melainkan juga dari segi psikomotor dan afektifnya. Penilaian dengan teknik non-tes dapat dilakukan dengan cara:
1.        Pengamatan (observation)
2.        Melakukan wawancara (interview)
3.        Menyebarkan angket (questionnair)
4.        Menilai dokumen-dokumen (dokumentasi analisis)
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana kegunaan dan pengembangan instrument non-tes yang meliputi performance assessment (penilaian unjuk kerja), portfolio assessment (penilaian portofolio), dan affective assessment (penilaian afektif).

B.     PEMBAHASAN
1.      PENILAIAN UNJUK KERJA (PERFORMANCE ASSESSMENT)
a.       Pengertian
Popham (1995: 139) menyatakan bahwa penilaian unjuk kerja adalah suatu pendekatan untuk mengukur keadaan siswa berdasarkan pada cara siswa melengkapi sebuah tugas tertentu. Jadi disimpulkan bahwa tes unjuk kerja mengukur kompetensi siswa dalam melakukan tugas tertentu. Dalam hal ini yang harus dilihat atau dinilai adalah apa yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan tugas.
Kriteria penilaian unjuk kerja menurut Nitko (2007: 244) adalah:
·         Mewajibkan siswa untuk membuat suatu produk atau mendemonstrasikan proses atau keduanya
·         Menggunakan kriteria yang terdefinisi secara jelas untuk mengevaluasi kualitas pekerjaan siswa
Merancang dan melaksanakan penilaian unjuk kerja menghabiskan energi dan waktu yang lebih banyak daripada membuat dan melaksanakan tes konvensional atau tradisional. Lalu kenapa kita menggunakan penilaian unjuk kerja kalau tes konvensional lebih mudah dilaksanakan? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus mengetahui esensi dari penilaian unjuk kerja. Penilaian unjuk kerja memiliki kelebihan dapat mengungkap potensi siswa dalam memecahkan masalah, penalaran, dan komunikasi dalam bentuk tulisan atau lisan. Penilaian unjuk kerja mewajibkan siswa untuk melakukan sesuatu dengan pengetahuannya, seperti membuat sesuatu (membuat rak buku), membuat laporan (laporan proyek), atau mendemonstrasikan sebuah proses (menunjukkan bagaimana mengukur massa dengan menggunakan skala). Dengan demikian, sebaiknya guru tidak hanya menggunakan satu teknik penilaian saja tetapi menggunakan berbagai variasi teknik penilaian.
b.      Tugas Unjuk Kerja
Tugas unjuk kerja merupakan sebuah aktivitas penilaian yang mewajibkan siswa untuk mendemonstrasikan pencapaian mereka dengan tulisan atau jawaban langsung  melalui aktivitas kerja kelompok ataupun individu atau dengan menghasilkan sebuah produk khusus. Ketika menggunakan tugas unjuk kerja berarti mewajibkan siswa untuk mendemonstrasikan secara langsung pencapaian target pembelajaran. Tugas kinerja yang diberikan oleh guru dapat digunakan untuk menilai hasil kerja siswa dan langkah yang digunakan untuk mendapatkan hasil. Tergantung dari tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, guru dapat mengevaluasi salah satu atau kedua aspek di atas.
Penilaian unjuk kerja terkadang disebut sebagai penilaian alternatif atau penilaian autentik.  Penilaian alternatif maksudnya adalah alternatif dari penilaian hasil belajar tradisional. Sedangkan penilaian autentik maksudnya adalah siswa mempresentasikan tugas yang berarti secara langsung untuk pendidikan mereka.
c.       Jenis Penilaian Unjuk Kerja
Beberapa tipe atau jenis dari penilaian unjuk kerja (Nitko, 2007: 245-, di antaranya adalah:
·         Tagihan tugas terstruktur yang diberikan kepada individu, kelompok atau keduannya.
a.       Tugas paper and pencil (tertulis).
Tugas ini meminta siswa untuk menjelaskan jawabannya secara tertulis jadi siswa tidak hanya pandai berbicara saja.
b.      Tugas yang mengharuskan penggunaan berbagai sumber dan peralatan.
Pada beberapa pelajaran seperti matematika, IPA, menggambar mesin, dan menyetir mewajibkan siswa untuk melakukan dengan menggunakan peralatan dan sumber daripada menuliskan bagaimana proses mereka melakukannya.
·         Terjadi secara alami atau tugas unjuk kerja khusus.
Terjadi secara alami maksudnya adalah guru melakukan penilaian unjuk kerja tanpa memberi tahu siswa jika mereka sedang dinilai. Hal ini memungkinkan guru untuk menilai performans khusus yang dimiliki siswa.
·         Tugas jangka panjang.
a.       Proyek Individu Siswa
Merupakan suatu aktivitas jangka panjang yang dihasilkan di dalam produk siswa: suatu model, tujuan fungsional, laporan penting, atau kumpulan.
b.      Proyek kelompok
Suatu aktivitas yang membutuhkan dua atau lebih siswa untuk bekerja secara bersama pada proyek jangka panjang.
c.       Mengkombinasikan proyek individu dan kelompok
Dalam aktivitas ini, kelompok siswa bekerja pada proyek jangka panjang secara bersama, setelah aktivitas kelompok lengkap, secara individu mereka menyiapkan laporan mereka tanpa bantuan dari anggota kelompok yang lain.
d.      Strategi pembelajaran kooperatif
Penelitian pada pembelajaran kooperatif membutuhkan tujuan kelompok dan tanggung jawab individu. Penilaian jenis yang mengkombinasikan proyek pembelajaran individu dan kelompok membutuhkan penilaian suatu kesuksesan kelompok pada suatu proyek sebaik tingkatan individu mencapai tujuan pembelajaran.
·         Demonstrasi.
Merupakan unjuk kerja dimana seorang siswa menunjukkan bahwa dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan definisi atau menyelesaikan tugas yang kompleks. Misalnya: siswa mampu menunjukkan bagaimana cara menggunakan microscop untuk mengamati obyek yang kecil.
·         Eksperimen.
Merupakan suatu unjuk kerja dimana siswa merencanakan, melakukan dan meninterpretasikan hasil dari penelitian empirik siswa. Misalnya: siswa membuat pendekatan dan perkiraan sebelum mereka mulai mengumpulkan data
·         Persentasi lisan dan Dramatisasi
Persentasi lisan memungkinkan siswa untuk secara verbal untuk mengungkapkan pengetahuannya dan menggunakan kemampuan berbicaranya dalam bentuk wawancara atau berpidato. Sebagai contoh : dalam pembelajaran bahasa asing pada level superior  dicirikan dengan kemampuan berbicara dan berpartisipasi dengan efektif pada percakapan baik secara formal maupun informalDramatisasi menggabungkan verbalisasi kemampuan dan keahlian berbicara dan gaya berbicara. Siswa dapat mengekspresikan pemahaman mereka pada karakter tokoh fiksi atau pada tokoh-tokoh sejarah. Sebagai contoh siswa mampu menunjukkan posisi ideologinya dan karakteristik personal pada semua orang.
·         Simulasi.
Simulasi merupakan kegiatan yang kondisinya terkontrol dan berusaha untuk menampilkan mimik yang alami terhadap apa yang terjadi.
a.       Komputerisasi adaptif skenario audiovisual.
Teknologi gabungan video, CD-ROM, audio, dan komputer dapat digunakan untuk menyajikan situasi yang realistis kepada siswa. Jika situasi yang disajikan terstruktur, tugas penilaian adaptif dapat dibuat dimana respon siswa untuk satu situasi akan menentukan apa presentasi berikutnya.
b.      Komputerisasi skenario teks adaptif.
Format penilaiannya mirip dengan penggunaan format skenario audiovisual, kecuali presentasi berikutnya adalah multimedia.
c.       Simulasi komputerisasi audiovisual.
Keunggulan format ini dan sebelumnya adalah faktor ekonomi yang lebih besar dan konsistensi dibandingkan dengan kehidupan nyatadan potensi untuk penilaian komputerisasiSemakin jauh dari simulasi situasi aktual dan nyata, semakin kurang realistis dan kurang bermakna ituSeringkaliguru kelas tidak dapat menggunakan simulasi karena mereka belum bersediaIni adalah kelemahan utama dari format ini.
d.      Keunggulan dan Kritik Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian kinerja memiliki beberapa keunggulan dibandingkan penilaian lain. Keuntungan ini (Hambleton & Murphy, 1992; Ruther & boston, 1994; Shepard, 1991; Stiggins, 1994; wiggins, 1990) antara lain:
·         Kinerja tugas memperjelas makna target pembelajaran yang kompleks. Tugas kinerja otentik sesuai target belajar.
·         Kinerja tugas menilai kemampuan "untuk melakukan". Sebuah hasil sekolah yang penting adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan masalah dan menjalani hidup yang berguna, bukan hanya untuk menjawab pertanyaan tentang melakukan.
·         Penilaian kinerja ini konsisten dengan teori belajar modern. Teori belajar yang modern menekankan bahwa siswa harus menggunakan pengetahuan mereka sebelumnya untuk membangun struktur pengetahuan baru, dan secara aktif terlibat dalam eksplorasi dan inquiry melalui tugas seperti kegiatan, dan membangun makna bagi diri mereka sendiri dari pengalaman.
·         Kinerja tugas memerlukan integrasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tugas kinerja yang kompleks, terutama yang rentang waktunya lebih lama, biasanya membutuhkan siswa untuk menggunakan berbagai keterampilan dan kemampuan yang berbeda.
·         Penilaian kinerja dapat dihubungkan lebih erat dengan kegiatan mengajar. Ketika mengajar kita menuntut siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan penyelidikan dan kinerja.
·         Kinerja tugas memperluas pendekatan untuk penilaian siswa.
·         Kinerja tugas membiarkan guru menilai proses siswa menggunakan produk yang mereka hasilkan.
Meskipun performance assessment menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan prosedur penilaian obyektif tradisional, tetapi memiliki beberapa kelemahan yang berbeda (Hanibleton & Murphy, 1992; Linn & Gronlund, 1995; Miller & Seraphine, 1993; Oosterhof, 1994; Rudner & Boston, 1994):
·      Performance tasks berkualitas tinggi sulit untuk dirancang. Penilaian kinerja yang baik sesuai dengan target pembelajaran yang kompleks. Diperlukan belajar sejumlah besar keterampilan untuk membuat tugas berkualitas tinggi.
·      Rubrik penskoran berkualitas tinggi sulit untuk dirancang. Hal ini terutama berlaku bila ingin menilai kemampuan penalaran kompleks atau mengizinkan beberapa jawaban yang benar dan produk terbaik.
·      Menyelesaikan performance tasks membutuhkan waktu yang lama. Jika penilaian bukan merupakan bagian dari prosedur instruksional, ini berarti sebaiknya pemberian tugas lebih sedikit (sehingga mengurangi keandalan hasil) atau mengurangi jumlah waktu instruksional.
·      Scoring tanggapan performance tasks memakan banyak waktu.
·      Skor dari tugas-tugas kinerja mungkin memiliki skorer reliabillity rendah. Tingkat reliabilitas skor yang tinggi dapat diperoleh, jika penilai menggunakan rubrik yang jelas sama, terlatih, dan dipantau sehingga tidak menyimpang dari standar yang ditetapkan dalam rubrik.
·      Kinerja siswa pada satu tugas memberikan sedikit informasi tentang kinerja mereka pada tugas-tugas lainnya. Masalah serius dengan penilaian kinerja adalah bahwa kinerja siswa pada tugas sangat 'tergantung pada pengetahuan sebelumnya, kata-kata tertentu dan ungkapan tugas, konteks yang diberikan, dan isi subyek tertentu yang tercantum dalam tugas. Ini menghasilkan reliabilitas rendah dari sudut pandang isi sampel.
·      Performance tasks tidak menilai semua target belajar dengan baik. Jika target pembelajaran berfokus pada menghafal dan mengingat, maka format item obyektif seperti: jawaban singkat, pilihan ganda, pencocokan, dan benar-salah adalah pilihan penilaian yang lebih baik. Jika target belajar menekankan pemikiran logis, konsep pemahaman, atau penalaran verbal, format obyektif mungkin masih menjadi pilihan yang lebih baik daripada format kinerja.
·      Menyelesaikan performance tasks mungkin mengecewakan bagi siswa kurang memiliki kemampuan. Mereka mungkin melihat standar tinggi yang tersirat dalam tugas-tugas itu seperti di luar jangkauan mereka. Proyek kelompok dapat membantu dengan cara berbagi pekerjaan dengan teman-teman satu kelompok, menggunakan pengetahuan parsial masing-masing dan keterampilan diferensial, dan memotivasi satu sama lain.
·      Penilaian kinerja dapat menyebabkan underrepresent beberapa pembelajaran kelompok budaya. Jika Anda tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana kelompok-kelompok budaya yang berbeda mengekspresikan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, secara sistematis dapat menyebabkan bias penilaian.
·      Performance assessments memungkinkan adanya suap. Ketika menggunakan performance assessments, akan mengajarkan kepada siswa bagaimana melakukannya dengan baik. Ini melatih mereka bagaimana melakukan (sering disebut "mengajar untuk tes").
e.       Penilaian Otentik (Penilaian Alternatif)
Penilaian kinerja kadang-kadang disebut penilaian alternatif atau penilaian otentik. Telah banyak literatur yang memberikan berbagai macam pengertian tentang penilaian kinerja, sangat banyak, dan berasal dari berbagai macam referensi. Penilaian kinerja sebagaimana disebutkan bahwa ia adalah bentuk penilaian yang tidak sekadar ‘soal pilihan bergada” melainkan lebih dari itu. Penilaian kinerja lebih menekankan pada hasil yang akurat, dimana nilai yang diamati tidak akan jauh menyimpang dari kondisi aktual kemampuan peserta belajar yang sesungguhnya. Penilaian kinerja juga dapat menciptakan suasana yang bagus di dalam proses pembelajaran dan mampu menumbuhkan sikap positif dari peserta belajar. 
Tugas-tugas otentik memiliki karakteristik sebagai berikut:
·         Mereka menuntut siswa untuk menggunakan pengetahuan mereka untuk melakukan tugas yang bermakna.
·         Mereka sangat kompleks dan memerlukan siswa untuk menggunakan kombinasi pengetahuan yang berbedaketerampilan, dan kemampuan.
·         Mereka membutuhkan berkualitas tinggi dipoleslengkapdan dapat dibenarkan tanggapanpertunjukanatau produk.
·         Mereka jelas menentukan standars dan kriteria untuk menilai dengan beberapa kemungkinan jawaban yang benarpertunjukanatau produk.
·         Mereka mensimulasikan cara dimana para siswa harus menggunakan kombinasi pengetahuan yang berbedaketerampilan, dan kemampuan di dunia nyata.
·         Mereka hadir untuk siswa tantangan dan peran yang mirip dengan peran-peran dan tugas mereka cenderung en kontra sebagai orang dewasa di tempat kerja dan di rumah sakit-terstruktur.
Tinjauan literatur penilaian autentik (Barone, 1991; horvath, 1991; jones, 1994)  yang menyarankan bahwa pendidik  harus memasukkan empat berikut fitur ke dalam penilaian otentik:
·         Tekankan aplikasi-menilai apakah siswa dapat menggunakan pengetahuannya selain menilai apa yang siswa tahu.
·         Fokus pada penilaian langsung menilai target pembelajaran dinyatakan langsung sebagai kontras dengan penilaian tidak langsung.
·         Gunakan realistis masalah-bingkai tugas dengan cara yang sangat realistis sehingga siswa dapat mengenali mereka sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
·         Mendorong terbuka pemikiran-frame tugas untuk mendorong lebih dari satu jawaban yang benar, lebih dari satu cara untuk mengungkapkan jawabannya, kelompok siswa bekerja sama, dan mengambil waktu yang relatif lama untuk menyelesaikan.

f.       Katgori Rubrik Unjuk Kerja
Rubrik dapat dikategorikan berdasarkan skala yang digunakan dan berdasarkan deskripsi tugasnya, apakah untuk tugas yang spesifik, essay atau tugas tertentu. Kategori rubric, yaitu (Nitko, 2007: 269-271):
1.      Rubrik penilaian analitik
Ditujukan untuk mengevaluasi dimensi yang spesifik, sifat atau elemen dari respon siswa. Penilaian ini bertujuan menilai pekerjaan siswa dilihat dalam suatu bagian-bagian, sebelum mengkombinasikan penilaian itu untuk mendapat hasil penilaian secara keseluruhan. Pedoman penilaian didasarkan pada beberapa kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kinerja yang mana.
2.      Rubrik penilaian holistik
Rubrik ini digunakan untuk menilai proses secara keseluruhan tanpa adanya pembagian komponen secara terpisah. Untuk rubrik seperti ini, salah satu penyebutan yang digunakan adalah tingkat 1 (tidak memuaskan), tingkat 2 (cukup memuaskan dengan banyak kekurangan), tingkat 3 (memuaskan dengan sedikit kekurangan), dan tingkat 4 (superior) atau tingkat 0, tingkat 1, tingkat 2, dan  tingkat 3 (masing-masing dengan sebutan yang sama)
3.      Rubrik penilaian holistik dengan catatan
Beberapa pendidik  telah berhasil menggunakan jenis ketiga rubrik penilaian yang merupakan hibrida dari rubrik analitis dan holistik. Rubrik holistik dengan catatan  adalah pendekatan  yang menggunakan  penilaian holistik  tetapi menambahkan umpan balik kepada  siswa  pada  beberapa  sifat tersebut  dengan cara yang mirip dengan penilaian analitik. Jadi setelah melakukan suatu penilaian holistik, guru menulis komentar singkat pada student’s paper tentang kelebihan dan kelemahan proses pekerjaan siswa.
4.      Rubrik umum
Rubrik umum menggunakan deskripsi kerja yang diberlakukan untuk keseluruhan atau seperangkat dari penialain. Skoring rubrik umum memuat pedoman untuk menskoring yang berlaku antar tugas yang berbeda dari tipe yang sama.
5.      Rubrik tugas spesifik
Rubrik tugas spesifik adalah sebuah skala penskoran yang menggunakan kerangka skoring umum untuk sebagian tugas. Hati-hati menggunakan kerangka skoring umum untuk menyusun rubrik skor spesifik, pastikan apa yang akan dinilai sejalan dengan kerangka rubrik skoring umum.
g.      Kriteria Tugas Unjuk Kerja yang Baik
Tugas penilaian pada target pembelajaran yang sama dapat berbeda satu sama lain. Ada lima sifat dari tugas yang harus dipertimbangkan untuk menghasilkan desain tugas yang baik.
1.      Waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi tugas
Beberapa target pembelajaran dapat dinilai dalam waktu yang relatif singkat, 15 sampai 40 menit. Sebagai contohnya penilaian kemampuan bekerja dalam kelompok, menulis essay, memplot grafik atau yang lainnya yang dapat dinilai dengan waktu yang singkat. Namun banyak juga yang membutuhkan waktu lama bagi untuk  melengkapi tugas, contohnya melakukan survey pendapat, membuat model kota  dan   perencanaan yang kompleks untuk melakukannya  membutuhkan satu bulan atau lebih dan dilakukan di luar kelas.
2.      Struktur tugas
Struktur dapat bervariasi dalam pendefinisian masalah. Untuk struktur yang tinggi, masalah yang harus diselesaikan siswa didefinisikan secara hati-hati (dikerjakan secara terstruktur). Untuk struktur yang rendah siswa bebas memilih dan mendefinisikan masalah. Untuk struktur tugas yang tinggi siswa diberi bimbingan untuk menyelesaikan masalah dan bahan apa saja yang dibutuhkan.
3.      Partisipasi kelompok
Jika target pembelajaran ditujukan untuk pembelajaran kooperatif atau kolaboratif (atau menggunakan dasar keterampilan kelompok yang lain), guru harus menetapkan tugas yang setidaknya melibatkan sebagian atau seluruh aktivitas kelompok dengan tetap memperhatikan performance secara individu.
4.      Hasil dan proses
Penilaian proses dilihat dari langkah-langkah dan prosedur performance siswa, bukan hasil dari pengamatan dan evaluasi. Sedangkan penilaian hasil dilihat dari produk konkritnya.
5.      Modalitas kerja
Beberapa target pembelajaran yang spesifik yaitu siswa mampu mengkomunikasikan pengetahuannya dengan beberapa cara, menyelesaikan permasalahan menggunakan beberapa metode.

2.      PENILAIAN PORTOFOLIO (PORTFOLIO ASSESSMENT)
a.       Pengertian
Portofolio meruapakan metode yang popular digunakan untuk penilaian dan evaluasi belajar siswa. Portofolio dapat menyediakan bukti-bukti dari pengetahuan, watak, dan keterampilan.Sebuah informasi besar berpendapat  bahwa pengaturan yang baik,  portofolio reflektif  dapat menawarkan informasi otentik tentang bagaimana siswa telah berkembang dan pada tingkat kompetensi mana yang telah mereka capai. Portofolio dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk menampilkan karya, mengukur kompetensi,  sertifikasi, dan persyaratan untuk menetapkan kelulusan, dan mengembangkan karir.
Portfolio merupakan kumpulan pekerjaan siswa (tugas-tugas) dalam periode waktu tertentu. Portfolio menceritakan tentang kegiatan siswa dalam belajar matematika. Fokusnya pada pemecahan masalah, berpikir dan pemahaman, menulis, komunikasi, hubungan matematika dan pandangan siswa sendiri terhadap dirinya sebagai pembelajar matematika. Portfolio tidak hanya merupakan “folder (berkas)” pekerjaan siswa, tetapi kumpulan pekerjaan yang berhubungan dengan perkembangan kemajuan siswa atau perkembangan intelektual siswa dalam belajar matematika. Pekerjaan-pekerjaan yang ditempatkan dalam portfolio dipilih yang menggambarkan pekerjaaan terbaik dalam waktu-waktu tertentu. Portfolio dapat digunakan untuk menilai performance siswa dalam menyelesaikan tugas matematika selama satu tahun. Untuk melakukan itu, dalam portfolio harus menunjukkan rentangan tujuan pengajaran dan tugas-tugas yang berhubungan.
Penilaian portfolio dapat dilakukan oleh siswa dan guru secara bekerjasama. Caranya, siswa harus mengumpulkan semua pekerjaannya selama dua atau tiga minggu. Berikutnya pada periode review, guru menyeleksi butirbutir yang akan digunakan untuk menilai hasil portfolio siswa. Guru dapat membantu siswa merevisi hasil pekerjaan, tetapi tidak secara langsung. Siswa memilih butir-butir yang aktual dan diusulkan pada guru, kemudian juga memilih hasil pekerjaannya yang menurutnya sesuai. Siswa mungkin berharap untuk memasukkan suatu pekerjaannya dalam portfolio dengan menjelaskan mengapa butirbutir itu mereka pilih. Hal ini akan membantu guru memahami pandangan siswa sendiri dalam mengembangkan diri sebagai matematikawan.
b.      Tujuan Portofolio
Langkah-langkah kunci dalam mendefinisikan menerapkan dan menggunakan portofolio, yaitu:
·         Menetapkan tujuan
·         Memberikan pedoman untuk memilih entri portofolio
·         Menetapkan peran siswa di seleksi dan evaluasi diri.
·         Tentukan kriteria evaluasi.
·         Gunakan portofolio dalam petunjuk dan komunikasi
Instructional purpose
Berbagai perbedaan mungkin portofolio timbulkan dalam tiap dua tujuan global portofolio yang diidentifikasi. Sebagai contoh ketika tujuan utama dari portofolio adalah interuksi, portofolio dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu siswa mengembangkan dan memperbaiki keterampilan evaluasi diri. Belajar untuk mengevaluasi pekerjaan sendiri merupakan tujuan pengajaran yang penting bagi keterampilan siswa dalam mengevaluasi diri bagi perkembangan siswa sebagai peserta didik independen.
Asessement Purpose
Ketika penekanan portofolio adalah penilaian, penting untuk membedakan antara peran formatif dan sumatif dalam penilaian. Portofolio yang pekerjaan dikumpulkan selama satu semester atau setahun khususnya dapat efektif untuk tujuan evaluasi formative dari kemajuan siswa
Prestasi Saat Ini dan Kemajuan
Perbedaan antara portofolio yang menekankan prestasi saat ini dan orang-orang yang berfokus pada kemajuan diri cukup jelas. Ketika fokus pada satu prestasi, portofolio biasanya terbatas pada pekerjaan yang selesai dan mungkin hanya mencakup waktu yang relatif singkat. Ketika fokus pada menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan, kerangka waktu ini lebih general lagi.
Showcase dan Documentation Portfolio
Showcase portofolio biasanya harus berisi entri siswa yang dipilih. Hal ini tidak berarti bahwa siswa seharusnya tidak memiliki manfaat dari reaksi siswa yang lain dari saran guru tentang cara memilih dan mengevaluasi entri portofolio showcase, tetapi merupakan tujuan portofolio showcase yang penting bagi siswa adalah belajar untuk mengidentifikasi pekerjaan yang terbaik menunjukkan apa yang mereka tahu dan bisa melakukan dengan tujuan tertentu.
Diselesaikan dan Mengerjakan Portofolio
Label selesai mungkin melebih. Hal ini hanya berarti bahwa pekerjaan selesai untuk digunakan oleh audiens tertentu.
Untuk tujuan penilaian, portofolio dapat digunakan untuk melihat perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu berdasarkan kumpulan hasil karya sebagai bukti dari suatu kegiatan. Portofolio merupakan kumpulan karya terpilih dari seorang siswa atau sekelompok siswa. istilah karya terpilih menunjukkan bahwa tidak semua karya siswa dapat dimasukkan ke dalam portofolio tersebut. Karya yang diambil adalah karya terbaik, karya yang paling penting dari pekerjaan siswa, yang bermakna bagi siswa, sesuai dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang telah dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Siswa perlu belajar membuat karya terbaik untuk menampilkan drinya dengan cara yang terbaik juga. Portofolio membuat siswa belajar memutuskan apa yang ingin dikomunikasikan atau dicapai melalui portofolio bagaimana memilih bagian yang terbaik untuk dimasukkan ke dalam portofolio, bagaimana cara untuk menyajikannya dan mengevaluasi menggunakan rubrik skor. Penggunaan portofolio membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan.
c.       Langkah-langkah Menyusun Portofolio
Terdapat enam langkah secara umum untuk menyusun portofolio. Setiap langkah terdiri dari beberapa pertanyaan untuk lebih mempertajam fokus dalam pengembangan portofolio.
Langkah pertama yaitu menjawab beberapa pertanyaan tentang target  pembuatan portofolio, jika langkah pertama tidak dipenuhi, maka kita bisa memutuskan untuk tidak perlu menyusun portofolio. Sebaliknya, jika kita sudah memiliki tujuan yang jelas, jawaban dari langkah pertama ini akan menetapkan batasan dalam menerapkan lima langkah berikutnya. Adapun langkah-langkah tersebut yaitu:
1.      Mengidentifikasi Tujuan dan fokus portofolio
2.      Mengidentifikasi dimensi kemampuan umum yang akan di nilai
3.      Mengidentifikasi entri siswa (produk dan aktivitas) yang akan memberikan informasi tentang penilaian pada dimensi isi/proses yang telah diidentifikasi pada langkah 2.
4.      Gunakan portofolio dalam praktek
5.      Evaluasi portofolio dan isi
6.      Evaluasi rubrik
Penilaian portfolio didalam kelas adalah umpan balik terhadap kegiatan siswa sehingga siswa tidak mengalami kejenuhan dalam proses pembelajaran karena antara proses pembelajaran dan penilaian dapat dilihat konsekwensinya didalam penilaian portofolio.  Selain itu penggunaan penilaian portofolio didalam kelas dapat melihat secara langsung keaktifan belajar siswa, sikap dan perkembangan siswa yang dilakukan terus menerus. Agar penilaian portofolio lebih handal maka ukuran tentang kualitas pekerjaan siswa dengan rata-rata yang rendah pada pelajaran misalnya matematika dan menulis. Kehandalan bervariasi tergantung pada pokok materi, tingkatan kelas dan ukuran kriteria penilaian dan sejumlah contoh yang cukup dapat dikarakteristikan.
d.      Keuntungan Portofolio
Keuntungan dari sistem penilaian portofolio (Miller, 2009) adalah:
·         Karena portofolio terdiri dari produk-produk kelas instruksi mereka dapat mudah diintegrasikan dengan instruksi.
·         Portofolio memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan apa yang bisa mereka lakukan
·         Portofolio dapat mendorong siswa untuk belajar secara reflektif dan untuk mengembangkan keterampilan dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari pekerjaan mereka sendiri
·         Portofolio dapat membantu siswa bertanggung jawab atas pengaturan tujuan dan mengevaluasi kemajuan mereka.
·         Portofolio dapat memberi kesempatan kepada guru dan siswa untuk berkolaborasi dan merenungkan kemajuan siswa.
·         Portofolio dapat menjadi cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan orang tua dengan menampilkan contoh-contoh konkret dari karya siswa dan demonstrasi kemajuan
·         Portofolio dapat menyediakan sebuah mekanisme terpusat pada siswa dan siswa diarahkan berkonferensi dengan orang tua.
·         Portofolio dapat memberikan orang tua contoh konkret perkembangan siswa serta keterampilan mereka saat ini.
e.       Kelemahan Portofolio
Penggunaan portofolio juga memiliki kelemahan atau menghadapi kesulitan. Portofolio memerlukan waktu yang cukup lama untuk guru maupun siswa. Meskipun siswa dapat mengambil manfaat dari proses membangun portofolio, siswa harus memiliki umpan balik yang konstruktif dari guru pada karya termasuk dalam portofolio mereka dan portofolio secara keseluruhan. kelemahan portofolio muncul ketika portofolio digunakan sebagai dasar untuk evaluasi sumatif, seperti penetapan nilai lapangan, sertifikasi prestasi di sekolah atau Kabupaten atau sistem akuntabilitas negara. Untuk beberapa alasan, penilaian portofolio cenderung memiliki realiabilty yang relatif rendah. Portofolio yang ditugaskan untuk dibuat perlu disesuaikan dengan kemampuan siswa berbahasa tulis Indonesia dan waktu yang tersedia bagi guru untuk membacanya.

3.      PENILAIAN AFEKTIF (AFFECTIVE ASSESSMENT)
a.       Pengertian Ranah Afektif
Anderson (Gable, 1986: 3) mendeskripsikan afektif sebagai tipe-tipe seseorang dalam merasakan dan mengekspresikan emosinya. Lebih lanjut Anderson menyatakan bahwa seluruh sifat afektif harus memiliki tiga kelengkapan yaitu intensitas, arah, dan target. Intensitas menunjukkan derajat atau kekuatan dari perasaan. Arah menggambarkan aspek positif, netral, atau aspek negative dari perasaan. Target mengidentifikasi objek, perilaku, atau ide di mana perasaan sedang mengarah. Di sekolah kita mengenal tiga jenis aspek penilaian yaitu kognitif, psikomotor, dan afektif. Untuk mengungkapkan pencapaian kompentesi pada ranah afektif diperlukan instrument yang disebut dengan instrument non tes. Mengapa instrument ini perlu untuk disusun? Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Menurut Popham (1995: 179), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapakan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Jadi jelas bahwa ranah afektif sangat penting untuk dikembangkan, dan oleh karenanya perlu dibuat instrument non tes untuk mengungkapkan aspek-aspek dari ranah afektif.
b.      Variable Afektif yang Harus Diukur
Menurut Gable (1986: 4) ada 4 tipe domain afektif, yaitu attitudes (sikap), self-concept (konsep diri), interest (minat), dan values (nilai). Namun berdasarkan Bintek KTSP Depdiknas ada 1 tambahan tipe domain afektif yaitu moral. Menurut Popham (1995: 183) alasan mengapa variabel afektif seperti sikap (attitude) siswa, nilai (values), dan seterusnya penting bagi kita yaitu bahwa variabel-variabel tersebut sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa di masa depan (masa mendatang). Hal ini oleh Popham digambarkan sebagi berikut:
Gambar 1. Hubungan antara Aspek Afektif Saat Ini dengan Perilaku Masa Depan
Gambar 1 tersebut menjelaskan bahwa aspek afektif yang dimiliki individu pada saat ini mengungkapkan perilaku individu pada masa mendatang.

c.       Pengembangan Instrumen Afektif
Menurut Gable (1986: 170) terdapat 15 langkah pengembangan instrumen afektif, yaitu:
1.      Mengembangkan definisi konseptual
2.      Mengembangkan definisi operasional
3.      Memilih teknik penskalaan
4.      Melakukan telaah butir
5.      Memilih format respon
6.      Mengembangkan petunjuk untuk menjawab
7.      Menyiapkan daftar instrument dan mengumpulkan data panduan awal
8.      Menyiapkan instrument akhir
9.      Mengumpulkan data panduan akhir
10.  Menganalisis data panduan
11.  Memperbaiki instrument
12.  Melakukan studi panduan akhir
13.  Membuat instrument
14.  Melakukan validitas tambahan dan analisis reliabilitas
15.  Menyiapkan tes manual
Namun dalam makalah ini akan dibahas beberapa langkah saja di antaranya, yaitu:
1.      Mengembangkan Definisi Konseptual (Develop Conceptual Definitions) (Gable, 1986: 73)
Dasar teoritis dari definisi konseptual dikembangkan melalui tinjauan (review) secara menyeluruh dari literatur yang sesuai. Pengembang instrument harus jelas dan meringkaskan literaturnya berdasarkan teknik manual. Disarankan membentuk sebuah panel yang terdiri dari 5 orang ahli di bidang karakteristik afektif untuk mereview instrumen. Para ahli yang sesuai adalah professor dan/atau mahasiswa S2/S3 di bidang pendidikan atau psikologi yang lebih tinggi tingkatannya dari si pembuat instrumen. Pada langkah ini kita harus memahami tipe-tipe domain afektif. Seperti yang telah disebutkan di atas terdapat 5 domain afektif yang penting, yaitu sikap, konsep diri, minat, nilai, dan moral.
  1. Sikap (Attitudes)
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Menurut Popham (1995: 184) berikut ini adalah beberapa sikap yang biasanya ditekankan guru dalam pembelajaran:
·         Pendekatan sikap terhadap pelajaran
·         Sikap positif terhadap pembelajaran
·         Sikap positif terhadap diri sendiri
·         Sikap positif terhadap diri sebagai pelajar/pembelajar.
·         Pendekatan sikap yang tepat terhadap siapa yang berbeda dari kita.
  1. Konsep Diri (Self-concept)
Coopersmith’s, Shavelson, dkk dalam Gable (1986: 7) menyatakan bahwa konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Persepsi ini dibentuk melalui pengalaman dari lingkungan dengan kontribusi penting dari keadaan lingkungan yang kuat dan dari orang yang berpengaruh dalam kehidupannya. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah.  Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik.
  1. Minat (Interest)
Minat menurut Nunnally (Gable, 1986: 8) didefinisikan sebagai pilihan pada aktivitas khusus. Seperti pada ranah afektif lainnya, minat juga dapat dideskripsikan berdasarkan target, arah, dan intensitasnya. Target dari minat adalah aktivitas, arahnya dapat dideskripsikan sebagai berminat atau tidak berminat, dan intensitasnya dideskripsikan sebagai tinggi atau rendah. Penilaian minat menurut Panduan Pengembangan Penilaian Afektif – Dit. Pembinaan SMA dapat digunakan untuk:
·         Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran.
·         Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya.
·         Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik.
·         Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas.
·         Mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama.
·         Acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi.
·         Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik.
·         Bahan pertimbangan menentukan program sekolah.
·         Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
  1. Nilai (Values)
Anderson (Gable 1986: 10) meringkas definisi  nilai dari berbagai ahli sebagai berikut:
·         Nilai adalah keyakinan tentang apa yang diinginkan, apa yang penting atau berharga, dan apa standar perilaku atau keberadaan seseorang atau penerimaan sosial.
·         Nilai mempengaruhi atau mengarahkan sesuatu, meliputi perilaku, minat, sikap, dan kepuasan.
·         Nilai adalah keabadian, sehingga nilai akan bertahan dalam waktu yang lama dan cenderung lebih sulit berubah dibandingkan sikap atau minat.
Berdasarkan definisi yang diberikan Anderson target dari nilai merupakan ide. Arah dari nilai dideskripsikan sebagai nilai positif atau negatif (benar atau salah, penting atau tidak penting). Intensitas dari nilai dapat dideskripsikan sebagai tinggi atau rendah tergantung situasi atau nilai yang diacu. Selanjutnya menurut Popham (1995: 184-185)  nilai yang harus dicapai dalam kelas meliputi:
·         Kejujuran (honesty): siswa harus belajar menghargai kejujuran  dalam berinteraksi dengan orang lain.
·         Integritas (integrity): siswa harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
·         Adil (justice): siswa harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
·         Kebebasan (freedom): siswa harus yakin bahwa negara yang demokratis  memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
  1. Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan iman, ilmu, dan amal seseorang.
2.       Mengembangkan Definisi Operasional (Develop Operational Definitions) (Gable, 1986: 16&73)
Definisi operasional merupakan suatu sarana pengembang contoh-contoh (samples) untuk mendefinisikan secara lebih spesifik ciri-ciri yang mencerminkan domain-domain afektif yang sudah didefinisikan secara umum pada definisi konseptual. Dalam hal ini, juga dilakukan review oleh panel yang sama (kelima orang experts yang sudah dibentuk) seperti pada langkah pengembangan definisi konseptual. Langkah-langkah mengembangkan definisi operasional dengan pendekatan “Domain-Reference” adalah:
  • Mengidentifikasi target dari domain afektif yang akan di ukur.
  • Berdasarkan peninjauan literatur, wawancara dengan guru, dan dasar teori yang mendasari program yang sedang dievaluasi atau variabel lain dalam belajar, katerogi kemudian dipilih.
  • Mendaftar kata kerja dan kata sifat, yang dapat digunakan untuk kategori yang dipilih sebelumnya.  
  • Salah satu contoh dari masing-masing domain dipilih
  • Merinci pernyataan berdasarkan langkah ketiga.
  • Mengembangkan beberapa pernyataan yang merupakan perubahan kata dari kalimat yang pertama. Perubahan ini harus mencerminkan karakteristik domain yang dipilih untuk pernyataan yang pertama.
3.       Memilih Teknik Penskalaan (Select  a Scaling Technique)
Dalam Gable (1986: 23-66) disebutkan 4 skala dalam penilaian afektif, yaitu: skala Likert, skala Thurstone, Skala Semantic Differential, dan skala Fishbein. Namun karena skala Fishbein lebih sering digunakan untuk penilaian afektif di bidang olahraga maka dalam makalah ini hanya akan dibahas tentang skala Likert, skala Thurstone, dan Skala Semantic Differential.
  1. Skala Likert
Penyusunan instrumen non tes dengan skala likert diperkenalkan oleh Likert (1932) yang sangat banyak digunakan dalam penelitian. Menurut Nunnally (Gable, 1986: 38) skala likert digunakan karena relatif mudah untuk mengonstruk, reliabel, dan sesuai untuk mengukur berbagai tipe domain afektif. Selanjutnya menurut Popham (1995: 186) skala likert yang umum digunakan untuk adult (older student) terdiri atas 5 respon, yaitu: sangat setuju, setuju, tidak pasti, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Sedangkan untuk anak-anak yang sangat muda digunakan yang lebih sederhana, misalnya 3 respon yaitu: setuju, tidak tahu, tidak setuju, atau 2 respon yaitu: ya atau tidak. Format respon tersebut digunakan untuk rating (menilai), agreement (persetujuan), frequency (frekuensi), importance (kepentingan), quality (kualitas), dan likelihood (kemungkinan).
Cara menyusun skala Likert menurut Popham (1995: 186-188) adalah:
  • Pilih variabel afektif yang akan dinilai.
  • Susun rangkaian pernyataan kesukaan dan ketidaksukaan terkait dengan variabel afektif.
  • Minta beberapa orang untuk mengkalsifikasikan pernyataan anda sebagi pernyataan positif atau negative.
  • Tentukan jumlah dan prase dari pilihan jawaban untuk setiap pernyataan.
  • Persiapkan angket evaluasi diri untuk memberikan petunjuk kepada siswa tentang bagaimana merespon dan menetapkan bahwa angket tersebut harus diselesaikan secara anonym.
  • Uji cobakan angketpada siswa sendiri, atau jika memungkinkan gunakan (sebagai tryout) pada siswa selain subjek penelitian.
  • Berikan skor pada angket.
  • Mengidentifikasi dan menghilangkan pernyataan yang tidak berfungsi sesuai dengan pernyataan lainnya.
  1. Skala Thurstone
Untuk memilih item pada skala Thurstone, terlebih dahulu dibuat instrument untuk memutuskan item mana yang harus digunakan dalam skala Thurstone. Instrument ini memuat pernyatan – pernyataan yang nantinya akan digunakan pada skala Thurstone yang sebenarnya. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1.
  1. Skala Semantic Differential (Skala Beda Semantik)
Skala diferensial semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub). Osgood (Gable, 1986:50) menyarankan untuk menggunakan 7 skala untuk college students (mahasiswa) dan 5 skala untuk elementary students (siswa dasar).



Tabel 2. Typical Semantic-Differential Bipolar Adjective Pairs
Evaluasi
Potensi
Aktivitas
Baik-buruk
Cantik-jelek
Menyenangkan-tidak   menyenangkan
Positif-negatif
Manis-masam
Berharga-tidak berharga
Bagus-buruk
Jujur-tidak jujur
Adil-tidak adil
Besar-kecil
Kuat-lemah
Kasar-lembut
Berat-ringan
Tebal-tipis
Cepat-lambat
aktif-pasif
sibuk-malas
Cepat-lambat
Panas-dingin
Sumber: Gable (1986: 49).

DAFTAR PUSTAKA

Miller, M.D., Linn, R.L, & Gronlund, N.E. 2009. Measurement and Assessment in Teaching. Upper Saddle River, N.J: Pearson
Nitko, Anthony J. 2007. Educational Assesment of Students. Englewood Cliffs. NJ: Prentice-Hall, Inc.
Gable, Robert K. 1986. Instrument Development in the Affective Domain. Bostin: Kluwer-Nijhoff Publishing.


Popham, W. James. 1995. Classroom Assessment: What Teacher Need To Know. Boston: Allyn and Bacon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar