Rabu, 07 September 2016

PROLOG AKHIR PEKAN “BERPIKIR”

Bimbang adalah suatu perasaan yang wajar dalam hidup. Tidak selalu bimbang adalah kesalahan. Ada dua macam bimbang: bimbang pada pikiran dan bimbang pada hati. Bimbang pada pikiran dapat diarahkan menjadi hal positif. Bimbang dalam pikiran jika terus digali dengan benar maka akan menjadi ilmu pengetahuan. Sedangkan bimbang pada hati bukanlah suatu hal yang baik, bimbang pada hati sebaiknya jangan dibiarkan terlalu lama bersemayam. Bimbang pada hati jika tidak kunjung diselesaikan dengan benar maka bisa saja meletakkan manusia tersebut pada posisi yang paling rendah. Jika bimbang hati yang terjadi maka segeralah selesaikan dengan curhat ke padaNYA.
Manusia diberkahi akal dan pikiran, oleh karenanya, ia tak pernah berhenti berpikir. Ada tiga macam berpikir: berpikir biasa, berpikir ilmiah, berpikir filsafat. Ketiga cara berpikir ini berbeda. Berfikir biasa atau berpikir selayaknya orang awam. Berpikir dengan cara ini tidak sistematis, tidak fokus dan seringkali bercampur-campur. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dengan berlandaskan pada teori-teori, objektif, dan memiliki metode. Cara berpikir ini melahirkan ilmu pengetahuan. Cara berpikir filsafat, yaitu cara berfikir yang berlandaskan pada filsafat ilmu, pengalaman, dan logika.
Ketika menjalin komunikasi dengan orang lain, sadar atau tidak kita seringkali member label sifat-sikap pada orang tersebut. Bagaimana bisa seorang yang dikenal tidak lebih lama daripada mengenal diri sendiri mampu kita nilai. Sedangkan diri sendiri, sosok yang paling lama kita kenal dalam hidup belum bapat kita kenali dengan benar.
Ketika kita menilai seseorang, secara tidak langsung kita melabeli orang tersebut. Sehinga di pikiran kita, orang tersebut adalah label yang telah kita berikan itu. Secara tidak langsung kita telah menutup kesempatan untuk orang tersebut berusaha membentuk pribadinya di dalam pikiran kita.
Ketika sedang melakukan sesuatu, terkadang ada kalanya manusia ragu atas apa yang dilakukan. Namun sebesar apapun keraguan itu, jangan pernah berhenti. Berhenti itu melawan kodrat, sesuatu yang melawan kodrat akan menjadi tidak harmoni. Oleh karena itu jangan pernah berhenti.
“Menjalani hidup itu seperti mengendarai sepeda. Agar tetap seimbang dan tetap bisa melaju, maka jangan pernah berhenti mengayuh!”


Correct me if I’m wrong

Tidak ada komentar:

Posting Komentar