Rabu, 07 September 2016

VALIDITAS


A.    Pendahuluan
Pada makalah ini akan dibahas tentang tiga kelompok prosedur validitas secara empirik. Menurut William Wiersma (1986) validity of measurement is the extent to which the instrument measures what it is designed to measure. Validitas secara etimologi berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2000). Donald Ary, dkk (1982) menyatakan bahwa validitas berhubungan dengan sejauh mana alat mampu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh alat tersebut. Validitas juga disebut kebenaran pengukuran (Izak Latunussa, 1988). Menurut American Psychology Association, AERA, dan NCTM validitas terdiri dari tiga jenis meliputi validitas isi (content validity), validitas yang dikaitkan dengan kriteria (criterion-related validity), dan validitas pengertian (construct validity).
Sifat valid memberikan pengertian bahwa alat ukur yang digunakan mampu memberikan nilai yang sesungguhnya dari apa yang kita inginkan.  Jika pada suatu kesempatan kita ingin memperoleh tinggi suatu meja, penggaris merupakan alat ukur yang valid, karena dengan alat ini kita akan dapatkan berapa centi meter tinggi meja tersebut. Meteran gulung juga alat yang valid. Selain itu, pengukuran dengan jengkal tangan juga merupakan cara yang bisa dilakukan. Namun tidak demikian halnya jika kita gunakan termometer badan.  Bagaimana kita bisa memperoleh tinggi meja hanya dengan sebuah termometer?

B.     Pembahasan

1.        Konsep Validitas
Beberapa konsep yang harus dipegang pada validitas antara lain:
a.       Konsep validitas mengaplikasikan bagaimana kita menginterpretasikan dan menggunakan hasil asesment dan bukan prosedur asesment itu sendiri
b.      Hasil asesment memiliki derajat yang berbeda untuk tujuan yang berbeda dan situasi yang berbeda.
c.       Kita sebaiknya membuat keputusan tentang validitas dari interpretasi kita atau menggunakan hasil asesment setelah kita mempelajari dan mengkombinasikan beberapa tipe bukti validitas.

2.        Empat Prinsip Validitas
a.    Interpretasi (interpretation) yang kita berikan terhadap asesmen siswa hanya valid terhadap derajat yang kita arahkan ke suatu bukti yang mendukung kecocokan dan kebenarannya.
b.    Kegunaan (use) yang bisa kita buat dari hasil asesment hanya valid terhadap derajat yang kita arahkan ke suatu bukti yang mendukung kecocokan dan kebenarannya.
c.    Interpretasi dan kegunaan dari hasil asesment hanya valid ketika nilai (values) yang dihasilkan sesuai.
d.   Interpretasi dan kegunaan dari hasil asesment hanya valid ketika konsekuensi (consequences) dari interpretasi dan kegunaan ini konsisten dengan nilai kecocokan.

3.        Tipe-tipe Umum Validasi
Tipe-tipe umum validasi tergantung pada pendekatannya, validitas dapat terbagi  menurut berbagai tipe. Berikut ini akan diikuti tipe-tipe validitas menurut yang ditetapkan oleh American Psycological Association, yaitu content validity, construct validity, dan criterion-related validity.
1.      Content Validity (Validitas Isi)
Dalam validasi ini, suatu tes harus menjawab pertanyaan “sejauh mana item tes itu mencakup keseluruhan situasi yang ingin diukur oleh tes tersebut”. Sejauh mana suatu tes memiliki content validity ditetapkan menurut analisis rasional terhadap isi tes, yang penilaiannya didasarkan atas pertimbangan subjektif individual. Prosedur validasinya tidak melibatkan statistik apapun.
Merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauhmana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi (dengan catatan tidak keluar dari batasan tujuan ukur) objek yang hendak diukur” atau “sejauhmana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”.
Validitas isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.
Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.
Validitas isi/muatan adalah kerepresentatifan sampling yang terdapat dalam isi/muatan suatu instrumen pengukur. Sedangkan kata ‘muatan’ itu menyiratkan pengertian, substansi, bahan, topik. Mengenai validasi muatan dapat dibimbing dengan pertanyaan : Apakah isi/muatan/substansi dari suatu alat ukur mewakili semua kemungkinan isi/muatan/substansi yang berupa sifat yang hendak diukur?
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan membahas satu demi satu butir pertanyaan dalam suatu alat ukur terhadap suatu isi/muatan/substansi dari apa yang hedak kita ukur. Pekerjaan ini jelas sangat sulit apabila dikerjakan oleh seorang diri. Diperlukan beberapa orang yang ahli dalam bidang-bidang yang bersangkutan untuk menilai, mempertimbangkan, dan memutuskan kerepresentatifan satu demi satu butir pertanyaan dalam suatu alat ukur tersebut. Dengan demikian pengujian validitas muatan pada dasarnya merupakan kerja menilai dan memutuskan suatu butir pertanyaan apakah valid secara isi/muatan/substansi ataukah tidak.
Adalah seberapa besar derajat tes mengukur representasi isi yang dikehendaki untuk diukur. Validitas item berkaitan dengan apakah item mewakili pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur, dan validitas sampling adalah seberapa baik sampel isi tes mewakili keseluruhan isi sasaran yang diukur. Biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan pakar. Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.
Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis).


a.      Face Validity (Validitas Muka)
Face validity tercapai apabila pemeriksaan terhadap item-item tes member kesimpulan bahwa tes tersebut mengukur aspek yang relevan. Dasar penyimpulannya lebih banyak diletakkan pada common sence atau akal sehat. Kesimpulan ini dapa diperoleh oleh siapa saja walaupun tentu tidak semua orang diharapkan setuju menyatakan bahwa misalnya tes A memiliki content validity yang baik. Akan tetapi, seorang yang ingin menggunakan tes tersebut harus punya keyakinan terlebuh dahulu bahwa dari segi content, tes itu adalah valid. Kalau tidak maka kuranglah alasan untuk tetap memakainya.
Validitas tipe ini tentu tidak menjadi hal yang perlu dirisaukan apabila suatu tes telah terbukti valid lewat pengujian validitas tipe lain yang lebih dapat diandalkan. Dapatlah dikatakan bahwa face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikannya.
Tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi.
Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.
Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan validitasnya yang kuat.
b.      Logical Validity (Validitas Logis)
Logical validity disebut juga sampling validity. Tipe validitas ini menuntut batasan yang seksama terhadap kawasan (domain) perilaku yang diukur dan suatu desain logis yang dapat mencakup bagian-bagian kawasan perilaku tersebut.
Sejauh mana tipe validitas ini telah terpenuhi dapat dilihat dari cakupan item-ietm yang ada dalam tes. Apakah keseluruhan item tersebut telah merupakan sampel yang representative bagi seluruh item yang mungkin dibuat, ataukah item tersebut berisi hal-hal yagn kurang relevan dan meninggalkan hal-hal yang seharusnya menjadi isi tes.
Dalam penyusunan tes prestasi, logical validity sangat penting artinya. Salah satu cara agar tuntutan validitas ini dapat terpenuhi adalah dengan menyusun suatu perencanaan isi tes menurut semacam blue print yang disandarkan pada rencana pelajaran atau program latihan yang akan diujikan. Blue print tes dapat membantu agar penulis item tidak meninggalkan hal yang penting yang harus ada dalam tes dan sekaligus menjaganya agar tetap berada dalam batas cakupan isi yang relavan.
Validitas ini menunjuk pada sejauh mana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi, suatu tes harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Penggunaan blueprint sangat membantu tercapainya validitas logis.
Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur.
Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi.

2.      Construct Validity (Validitas Konstuk)
Construct validity menunjukkan pada sejauh mana suatu tes mengukur theoretical construct yang menjadi dasar penyusunan tes itu. Pengukuran Construct validity merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait (sifat) yang diukur. Namun, pada situasi-situasi tertentu adanya bukti construct validity mungkin diperlihatkan.
Campbell dan Fiske (1959) mengembangkan satu pendekatan terhadap construct validity yang mereka sebut multitrait-multimethod validity. Validasi dengan multitrait-multimethod digunakan dengan mengenakan lebih dari satu macam metode untuk mengukur lebih dari satu macam trait.
Dengan menggunakan matriks validitas, maka interkolasi antara trait dan antar metode dapat dilihat, dimana korelasi antara setiap variable  dengan diri sendirinya tidak dituliskan sama dengan 1.00, tetapi diganti oleh koefisien reliabilitasnya. Secara ideal, koefisien reliabilitas yang ada pada diagonal matriks harus tinggi. Demikian pula koefisien korelasi antara dua metode berbeda yang mengukur trai yang sama, harus tinggi. Sedangkan korelasi antara metode yang mengukur dua macam trait yang berbeda, harus rendah.
Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986). Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.
Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas tunggal.
Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur trait yang tidak memiliki kriteria eksternal. Adalah seberapa besar derajat tes mengukur konstruk hipotesis yang dikehendaki untuk diukur. Konstruk adalah perangai yang tidak dapat diamati, yang menjelaskan perilaku. Menguji validitas konstruk mencakup uji hipotesis yang dideduksi dari suatu teori yang mengajukan konstruk tersebut. Adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukurnya (Allen & Yen, 1979).  Pengujian validitas konstrak merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Hasil estimasi validitas konstrak tidak dinyatakan dalam bentuk suatu koefisien validitas.
Dukungan terhadap adanya validitas konstrak, menurut Magnusson, dapat dicapai melalui beberapa cara antara lain :
a.       Studi mengenai perbedaan diantara kelompok-kelompok yang menurut teori harus berbeda
Apabila teori mengatakan bahwa antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya harus memiliki skor yang berbeda.
b.      Studi mengenai pengaruh perubahan yang terjadi dalam diri individu dan lingkungannya terhadap hasil tes
Apabila teori mengatakan bahwa hasil tes dipengaruhi oleh kondisi subjek dikarenakan faktor kematangan.
c.       Studi mengenai korelasi diantara berbagai variabel yang menurut teori mengukur aspek yang sama
Studi ini dapat diperluas dengan mengikutsertakan korelasi antara berbagai skor tes yang mengukur aspek yang berbeda.
d.      Studi mengenai korelasi antaritem atau antar belahan tes
Interkorelasi yang tinggi antarbelahan dari suatu tes dapat dianggap sebagai bukti bahwa tes mengukur satu variabel satuan (unitary variable).
Dua diantara pendekatan yang banyak digunakan dalam pengujian validitas konstruk antara lain adalah pengujian multitrait-multimetod dan pendekatan faktor.
a.      Validitas Multitrait-Multimethod
Pendekatan ini dapat digunakan bilamana terdapat dua trait atau lebih yang diukur oleh dua macam metode atau lebih.
b.      Validitas Faktor
Analisis faktor merupakan kumpulan prosedur matematika yang kompleks guna menganalisis hubungan diantara variabel-variabel dan menjelaskan hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas yang disebut vaktor. Oleh karena itu, validitas yang ditegakkan melalui analisis vaktor disebut sebagai validitas vaktor.

3.      Criterion-related Validity (Validitas Kriteria)
Prosedur guna mencapai criterion-related validity menghendaki adanya criteria eksternal yang dapat dihubungkan dengan skor tes yang diuji validitasnya. Kriteria adalah variable periliku yang akan diprediksi oleh skor tes. Koefisien korelasi antara skor tes (X) dengan criteria (Y) merupakan koefisien validitas yang disimbolkan oleh . Koefisien ini dapat diperoleh melalui dua prosedur yang berbeda dari segi waktu pengambilan data (skor) kriterianya, masing-masing akan menghasilkan predictive validity dan concurrent validity.
Predictive validity diperoleh apabila pengambilan skor criteria tidak bersamaan dengan pengambilan skor tes. Setelah subjek dikenai tes yang akan dicari validitasnya, lalu diberikan tenggang waktu tertentu sebelum skor criteria diambil dari subyek yang sama. Prosedur predictive validity memerlukan waktu yang banyak dan mungkin pula biaya yang besar karena prosedur ini pada dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah sekali melakukan analisis, malainkan lebih merupakan kontinyuitas dalam mengembangkan tes sebagai predictor. Sebagaimana pada umumnya prosedur validitas yang lain, predictive validity harus diiringi oleh peningkatan kualitas item tes berupa modifikasi dan pengembangan item-item baru.
Validitsa relasi-kriteria dikaji dengan cara membandingkan skor tes atau skala dengan atu atau lebih peubah ekstra (Variabel eksternal) atau kriteria yang diketahui (atau diyakini) merupakan pengukur atribut yang sedang dikaji. Yang lebih diperhatikan dalam validasi relasi-kriteria adalah bukan apa yang diukur oleh tes tersebut melainkan kemampuan test tersebut dalam membuat prediksi.
Pengujian validitas relasi-kriteria dapat dilakukan dengan mengkorelasikan suatu alat ukur dengan kriteria lain yang dianggap (atau diyakini) merupakan pengukur atribut yang sedang dikaji. Semakin tinggi korelasinya, maka makin baiklah validitasnya. Kesulitan terbesar dalam hal validasi ini adalah bagaimana mendapatkan ktiteria yang digunakan sebagai pembanding.
Menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan. Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor tes  dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi tes yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana X melambangkan skor tes dan Y melambangkan skor kriteria
Pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur.
Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana x melambangkan skor alat ukur dan y melambangkan skor kriteria.
Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity).
a.      Validitas Prediktif
Validitas prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan semacamnya.
Contohnya adalah sewaktu kita melakukan pengujian validitas alat ukur kemampuan yang digunakan dalam penempatan karyawan. Kriteria yang terbaik antara lain adalah kinerjanya setelah ia betul-betul ditempatkan sebagai karyawan dan melaksanakan tugasnya selama beberapa waktu. Skor kinerja karyawan tersebut dapat diperoleh dari berbagai cara, misalnya menggunakan indeks produktivitas atau rating yang dilakukan oleh atasannya.
Koefisien korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk mengenai saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh dari sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif, maka alat ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi prediksi yang sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang.
Prosedur validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama dan mungkin pula beaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah melakukan sekali tembak, melainkan lebih merupakan kontinuitas dalam proses pengembangan alat ukur. Sebagaimana prosedur validasi yang lain, validasi prediktif pada setiap tahapnya haruslah diikuti oleh usaha peningkatan kualitas item alat ukur dalam bentuk revisi, modifikasi, dan penyusunan item-item baru agar prosedur yang dilakukan itu mempunyai arti yang lebih besar dan bukan sekedar pengujian secara deskriptif saja.
Validitas prediktif, sangat penting artinya bila tes dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi performansi diwaktu yang akan datang.
Adalah seberapa besar derajat tes berhasil memprediksi kesuksesan seseorang pada situasi yang akan datang. Validitas prediktif ditentukan dengan mengungkap hubungan antara skor tes dengan hasil tes atau ukuran lain kesuksesan dalam satu situasi sasaran.
b.      Validitas Konkuren
Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkuren.
Suatu contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk menguji validitas skala tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan lain yang telah lebih dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur TMAS (Tylor Manifest Anxiety Scale).
Validitas konkuren merupakan indikasi validitas yang memadai apabila alat ukur tidak digunakan sebagai suatu prediktor dan merupakan validitas yang sangat penting dalam situasi diagnostik. Bila alat ukur dimaksudkan sebagai prediktor maka validitas konkuren tidak cukup memuaskan dan validitas prediktif merupakan keharusan.
Validitas ini menunjukkan seberapa besar derajat skor tes berkorelasi dengan skor yang diperoleh dari tes lain yang sudah mantap, bila disajikan pada saat yang sama, atau dibandingkan dengan kriteria lain yang valid yang diperoleh pada saat yang sama.
Validitas konkruen, apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkruen.

4.      Konsep Pengukuran Validitas
Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar (dalam arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.
Dalam hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal tidaklah mudah untuk dapat dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan sosial mengandung lebih banyak sumber kesalahan (error) daripada pengukuran aspek fisik. Kita tidak pernah dapat yakin bahwa validitas instrinsik telah terpenuhi dikarenakan kita tidak dapat membuktikannya secara empiris dengan langsung.
Pengertian validitas alat ukur tidaklah berlaku umum untuk semua tujuan ukur. Suatu alat ukur menghasilkan ukuran yang valid hanya bagi satu tujuan ukur tertentu saja. Tidak ada alat ukur yang dapat menghasilkan ukuran yang valid bagi berbagai tujuan ukur. Oleh karena itu, pernyataan seperti "alat ukur ini valid" belumlah lengkap apabila tidak diikuti oleh keterangan yang menunjukkan kepada tujuannya, yaitu valid untuk apa dan valid bagi siapa. Itulah yang ditekankan oleh Cronbach (dalam Azwar 1986) bahwa dalam proses validasi sebenarnya kita tidak bertujuan untuk melakukan validasi alat ukur akan tetapi melakukan validasi terhadap interpretasi data yang diperoleh oleh prosedur tertentu.
Dengan demikian, walaupun kita terbiasa melekatkan predikat valid bagi suatu alat ukur akan tetapi hendaklah selalu kita pahami bahwa sebenarnya validitas menyangkut masalah hasil ukur bukan masalah alat ukurnya sendiri. Sebutan validitas alat ukur hendaklah diartikan sebagi validitas hasil pengukuran yang diperoleh oleh alat ukur tersebut.

Referensi
Allen, M. J., & Yen, W. M. (1979). Introduction to Measurement Theory. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Ebel, R. L., & Frisbie, D. A. (1986). Essential Of Educational Measurement ( ed). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Djemari Mardapi, (2004). Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: Pascasarjana Univarsitas Negeri Yogyakarta.

1 komentar:

  1. Olah Data Jujur
    Olah Data Yang Jujur
    Olah Data Semarang Merupakan Olah Data Yang Jujur
    https://s.id/Jujur
    Peneliti Boleh Saja Salah, Tapi Ia Tak Boleh Berbohong
    Kualitas Suatu Penelitian Terletak Pada Integritas Dan
    Standar Moral Penelitinya

    BalasHapus