Rabu, 07 September 2016

PROLOG AKHIR PEKAN: UNSUR FILSAFAT

Disadari atau tidak, setiap manusia selalu berfilsafat. Karena manusia yang normal selalu bertanya dan mencari jawaban tentang segala sesuatu yaitu tentang Tuhan, dunia, dan dirinya termasuk apa yang dilakukannya. Filsafat bertolak dari keinginan mendasar. Manusia selalu mempertanyakan segala sesuatu. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki akal budi yang memungkinkan untuk berpikir. Manusia pada hakekatnya adalah filsuf karena manusia sebagai makhluk berakal budi sehingga dia terdorong untuk bertanya dan mencari jawaban tentang semua yang ada dan mungkin ada. Pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan bukanlah hanya dari orang-orang terpelajar saja, tetapi dari semua orang khususnya orang yang sedang berpikir. Pertanyaan tersebut dalam filsafat menjawab unsur-unsur filsafat yaitu ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Secara ontologis dalam filsafat pendidikan, kita membicarakan hakekat obyek pendidikan tersebut yang menyangkut hakekat guru, siswa, pembelajaran, kurikulum dan sebagainya yang menjadi unsur pendidikan tersebut. Secara epistemologis filsafat pendidikan menguraikan aspek bagaimana mendapatkan dan mengembangkan pendidikan dan cara mendapatkan atau mengembangkan metode. Dan tentunya semua obyek mempunyai nilai atau manfaat untuk kita secara aksiologis, kita akan menguraikan nilai atau manfaat dari semua obyek tersebut.
Ontologi secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani.  Episteme artinya pengetahuan atau kebenaran, logos artinya pikiran, kata, atau teori. Jadi epistemology secara etimologi diartikan teori pengetahuan yang benar. Epistimologi makro mikronya pada diriku terhadap  apa yang ada dan mungkin ada.
Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi sebab hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya pengetahuan didapatkan dari pengamatan inderawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif, sedangkan pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata-mata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan Pengurangan dan yang disebut pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas segala pengamatan, yang disimpan di dalam ingatan dan digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa yang lampau. Sementara itu salah seorang tokoh empirisme yang lain berpendapat dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan, akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri.
Aksiologi adalah filsafat nilai. Nilai yang dimaksudkan adalah nilai kegunaan. Apa kegunaan ilmu itu dalam kehidupan manusia? Tentu kita semua setuju dan sepakat bahwa ilmu telah banyak memberikan manfaat dalam kehidupan dan kesejahteraan umat manusia di dunia. Ilmu telah mampu mengubah dan memberantas bahaya bencana kelaparan, kemiskinan, mewabahnya berbagai penyakit, buta aksara, dan lainnya. Ilmu telah mampu membuat kehidupan manusia lebih mudah dan membantu melakukan pekerjaan dengan efektif dan efisien. Namun demikian, ilmu juga dapat digunakan untuk merusak sendi-sendi kehidupan manusia dan bahkan membinasakan manusia. Ingat peristiwa PD I–II, pengeboman kota Nagasaki dan Hirosima, perang Irak dan Iran, peristiwa bom Bali, dan masih banyak peristiwa lainnya yang barang kali terlupakan dalam memori kita. Kata mutiara yang disampaikan Einstein bahwa “ilmu tanpa agama adalah buta dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh” memiliki makna yang teramat mendalam bila kita renungkan dan pahami. Tanpa agama, ilmu akan digunakan manusia untuk berbagai macam kepentingan baik yang bersifat merusak ataupun untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia. Ilmu itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik dan buruk. Manusialah sebagai pemilik ilmu pengetahuan harus mempunyai sikap. Untuk apa sebenarnya ilmu itu akan digunakan oleh manusia. Dengan kata lain, netralitas ilmu terletak pada dasar epistemologinya saja.  Jika hitam, katakan hitam; jika ternyata putih, katakan putih. Ilmu tidak berpihak kepada siapa pun. Ilmu hanya berpihak kepada kebenaran yang nyata. Secara ontologism dan aksiologis, manusialah yang harus memberikan penilaian tentang baik dan buruk. Manusialah yang menentukan sikap dan mengkategorikan nilai-nilai.
Correct me if I’m wrong

Tidak ada komentar:

Posting Komentar