Rabu, 07 September 2016

Prolog akhir pekan: "Filsafat: Daerah Tak Bertuan"

Ada banyak yang dibaca dan dipikirkan dalam diri seseorang. Apa yang dibaca dan dipikirkan itu adalah unsur. Dan pada kenyataannya, ada banyak unsur yang harus digali dan dipelajari. Untuk mempelajari unsur-unsur tersebut, terlebih dahulu harus diketahui apa dan seberapa banyak unsur yang dibutuhkan. Misalnya, untuk berfilsafat matematika, apakah seseorang harus mendapatkan gelar doctor terlebih dahulu? Apakah harus memiliki karya-karya ilmiah? Apakah harus memiliki penghargaan nobel? Ternyata tidak harus, seseorang dengan bekal cukup sudah dapat berfilsafat. Tapi terlalu sedikit mengetahui bukanlah hal yang baik. Diharapkan semakin banyak pengetahuannya, semakin tinggi posisinya (dalam ilmu pengetahuan) maka semakin baik filsafatnya (harapannya). Meski demikian, seperti pohon yang menjulang tinggi, semakin tinggi, semakin kuat angin yang harus dihadapi. Seperti itu pula seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi, cobaannya akan semakin besar. Cobaan tersebut adalah jika fleksibelitasnya dalam merefleksikan ilmu-ilmu yang dimilikinya berkurang.
Ada banyak hal yang harus dipelajari untuk mempelajari filsafat. Dan semua yang dipelajari itupun berdimensi. Modal berfilsafat adalah berpikir kritis. Dan ini tidak semudah mengatakannya, karena berfikir itu sendiri berdimensi. Dimana ada hubungan antara pikiran dan hati.
Harapan melalui belajar filsafat adalah dapat membicarakan apa yang ada dan mungkin ada dalam lingkup pemikiran. Dalam filsafat antara ruang satu dengan ruang lainnya dapat diberikan ruang baru. Misal di antara ruang matematika dan pendidikan, dapat dibentuk ruang formatif, ruang normative, dan sebagainya.

Bertrand Russel mengatakan bahwa “Antara teologi dan ilmu pengetahuan terletak suatu daerah tak bertuan. Daerah ini diserang oleh teologi maupun ilmu pengetahuan. Daerah tak bertuan ini adalah filsafat.” Maka filsafat itu sendiri adalah ruang diantara ruang.
Kategori atau penggolongan adalah intuisi ruang. Kategori sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari tidak bisa lepasnya kehidupan manusia dari penggolongan ini.
Filsafat telah ada sejak zaman yunanikuno. Secara sistematik, sejarah filsafat terbagi atas periode zaman yunani kuno, zaman patristic dan skolastik, zaman modern, dan sekarang.
Filsafat pada zaman kuno membicarakan apa yang berada di luar diri. Para filsuft membicarakan unsur-unsur dari benda, bumi, dan lainnya di luar manusia.pada zaman patristic dan skolastik, pemikiran gereja sangat mendominasi. Pada zaman ini kebenaran adalah milik gereja. Semua pernyataan di luar pernyataan gereja dianggap salah dan menyesatkan. Semakin banyak manusia tahu, maka semakin banyak pertanyaan yang timbul. Oleh karenanya, pada zaman modern, manusia mulai ingin tahu tentang asal dan tujuan mengenai dia sendiri, tentang nasib, kebebasan, kemungkinan, baik, jahat, berhasil, gagal, dan sebagainya. Dan ini masih terus berkembang sampai filsafat zaman sekarang.



Correct me if I’m wrong

Tidak ada komentar:

Posting Komentar