Rabu, 07 September 2016

TEORI BELAJAR


A.    TEORI PIAGET
1.      Teori Perkembangan Struktur Kognitif
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget membahas munculnya dan diperolehnya skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan. Piaget menekankan bahwa anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka sendiri. Piaget memandang bahwa anak-anak belajar melalui penemuan individual (Sri Utami Halman, 2012).
Metode klinis yang digunakan oleh Piaget dalam penelitiannya adalah wawancara dengan anak-anak dan keterlibatan dalam tugas intelektual pada dekade 1920-an yang fokus pada dunia dari perspektif anak. Inti teorinya “perkembangan kognitif merupakan gagasan anak melewati serangkaian pembelajaran yang berbeda secara bertahap dan bersifat kualitatif” (Wowo Sunaryo Kuswana, 2011: 155).
Menurut Piaget, ada empat aspek dasar dalam perkembangan kognitif (Wowo Sunaryo Kuswana, 2011: 159-160), yaitu:
a.       Skema
Skema mencakup kategori pengetahuan dan proses perolehannya. Seiring dengan pengalamannya dalam mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya sudah ada.
b.      Asimilasi
Asimilasi adalah proses penambahan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh sebelumnya, anak mengenal angka latin dan memberinya label angka. Apabila kemuadian anak diperkenalkan dengan angka romawi, maka anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang angka untuk memasukkan jenis angka yang baru ini.
c.       Akomodasi
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Misalnya, dalam materi bangun datar, anak mengenal sisi dalam bentuk garis pada bangun, namun pada materi bangun ruang anak diperkenalkan bahwa sisi merupakan bidang pada banun ruang, sedangkan yang berupa garis adalah rusuk pada bangun ruang. Dengan demikian anak harus mengakomodasi skemanya mengenai sisi.
d.      Ekuilibrium
Melalu kedua proses penyesuaian tersebut (asimilasi dan akomodasi), sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap yang lebih tinggi. Proses penyesuaian tersebut dilakukan karena seseorang ingin mencapai keadaan ekuilibrium, yaitu keadaan seimbang antara struktur kognisi dan pengalaman dalam lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif, melainkan orang tersebut secara aktif mengkontruksi pengetahuannya. 
Piaget membagi perkembangan kognitif anak dalam empat periode utama yang berorelasi dengan perkembangan seiring pertambahan usia, yaitu:
a.       Tahapan Sensorimotor (0-2 Tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah reflex bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi reflex bawaan tersebut. Menurut piaget, tahapan ini menandai  perkembangan kemampuan dan pemahaman spasial dalam enam subtahapan (Joko Winarto, 2011), yaitu:
·         Subtahapan Skema Refleks (0-6 minggu)
·         Subtahapan Fase Reaksi Sirkular Primer (6 minggu – 4 bulan)
·         Subtahapan Fase Reaksi Sirkular Sekunder (4-9 bulan)
·         Subtahapan Koordinasi Reaksi Sirkular Sekunder (9-12 bulan)
·         Subtahapan Fase Reaksi Sirkular Tersier (12-18 bulan)
·         Subtahapan Awal Representasi Simbolik (18 bulan – 2 tahun)
b.      Tahapan Praoperasional (2-6 Tahun)
Berpikir praoperasional dalam teori Piaget merupakan prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek yang dihadapinya (Joko Winarto, 2011). Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang bisa dilakukan, karena berdasarkan logika tidak memadai. Pada tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Pada tahapan ini anak masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Akan tetapi seiring perkembangan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pemikiran yang sangat imajinatif. Pada saat itu anak menganggap setiap benda tidak hidup pun memiliki perasaan.
c.       Tahapan Operasional Konkret (6-11 Tahun)
Pada tahapan ini, anak sudah mempunyai ciri-ciri penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting dalam tahapan operasional konkret, yaitu (Joko Winarto, 2011):
·         Pengurutan
Keterampilan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
·         Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain.
·         Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar yang pendek lebih sedikit isinya dibandingkan cangkir kecil yang tinggi.
·         Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8 dan 8-4 sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
·         Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan ojek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, jika anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
·         Penghilangan Sifat Egosentris
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah), tetapi kemampuan penyesuaian diri terkendali.
d.      Tahapan Operasional Formal (mulai dari 11 Tahun)
Tahapan operasional formal merupakan periode terakhir dari perkembangan kognitif. Tahap ini mulai dialami oleh anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas), dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Pada kasus tertentu beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampulan berpikir sebagai orang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkret.
2.      Kritik Terhadap Teori Piaget
Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami konservasi dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget. Studi lain yang dilakukan oleh Balillargeon dan De Vos mengkritik teori Piaget yaitu bahwa dari 104 anak diamati hingga mencapai usia 18 tahun, kemudian diuji dengan tugas-tugas operasional formal yang digunakan Piaget. Ternyata mayoritas anak belum mencapai tahap operasional formal.
Dapat dikatakan bahwa tahapan perkembangan kognitif dalam teori Piaget dapat dicapai dalam usia yang bervariasi. Tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
3.      Implikasi Teori Piaget dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Dwi Budi Priyanta (2010), pemanfaatan teori Piaget dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui memusatkan pembelajaran pada proses berpikir atau proses mental, mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran, memaklumi adanya perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan. Bagi guru matematika, dengan adanya teori ini guru dapat mengetahui bahwa adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir siswa.

B.     TEORI VYGOTSKY
1.      Teori Pembelajaran Sosial
Vygostsky berkeyakinan bahwa faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental yang lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan. Menurut Trianto (2009: 39), teori Vygotsky ini lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut vygotsky proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu.
a.       Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona perkembangan proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, ZPD merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebayanya. Batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan instruktur.
b.      Konsep Scaffolding
Scaffolding adalah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding merupakan istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sustematis, logis, dan rasional.
c.       Bahasa dan Pemikiran
Menurut Vygotsky, anakmenggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa untuk merencanakan, membimbing dan memonitor perilaku mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Anak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri.
2.      Kritik Terhadap Teori Vygotsky
Menurut Joko Dwi Nugroho, teori Vygotsy terlalu menekankan pada peran bahasa dalam proses berfikir. Selain itu bantuan yang terlalu sering dinilai dapat membuat siswa menjadi malas.
3.      Implikasi Teori Vygotsky dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Sigit Rudiatwoko (2011), implikasi teori Vygotsky dalam pembelajaran, dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah afektif dalam zone of proximal development. Dalam pengajaran ditekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.


C.    TEORI GUILFORDi
1.      Model Struktur Intelektual
Model stuktur intelektual bertujuan untuk menjelaskan sifat kecerdasan. Tujuan utamanya memberikan suatu pemahaman yang sistematis, empiris, dan komprehensif berkenaan dengan konsep dasar kecerdasan (Wowo Sunaryo Kuswana, 2011: 163). Teori Guilford menerangkan tentang inteligensi yang diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan datang.
Gilford mengeluarkan satu model untuk menjelaskan kreativitas manusia yang disebutnya sebagai model struktur intelektual. Dalam model ini Guilford menjelaskan bahwa kreativitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan proses berfikir konvergen dan divergen. Berfikir konvergen adalah cara berfikir untuk memberikan satu-satunya jawaban yang benar. Sedangkan berfikir divergen adalah proses berfikir yang memberikan serangkaian alternative jawaban yang beraneka ragam (Ertiana, 2012).
Model struktur intelektual (SI) diilustrasikan oleh Guilford dalam bentuk sebuah kubus dengan masing-masing dimensi mewakili faktor-faktor intelektual yang bersesuaian satu sama lain. Faktor-faktor tersebut yaitu dimensi konten/isi, dimensi produk, dan dimensi operasional.
Model asli Guilford terdiri dari 120 struktur intelektual karena tidak memisahkan antara konten figural auditori dengan visual isi. Setelah konten ini dipisahkan modelnya meningkat menjadi 150 struktur intelektual. Kemudian Guilford memisahkan konten fungsi memori hingga akhirnya modelnya menjadi 180 struktur intelektual (Friska et.al, 2012). Dimana dimensi-dimensi tersebut, yaitu:
a.       Dimensi Konten/Isi
Kategori-kategori yang ada dalam dimensi konten/isi adalah:
·         Figural auditory, yaitu informasi yang dirasakan melalui pendengaran.
·         Figural visual, yaitu informasi dirasakan melalui melihat.
·         Simbolik, yaitu informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, atau angka dan notasi.
·         Semantic, yaitu informasi yang terkandung dalam kata-kata verbal seperti komunikasi dan berpikir, atau dalam memahami gambar.
·         Perilaku, yaitu informasi berupa tindakan individu, isi kemampuan inilah yang dapat disamakan dengan konsep intelegensi social menurut teori Thorndike.
b.      Dimensi Produk
Dimensi ini berisi hasil dari penerapan operasi tertentu untuk isi tertentu. Menurut tingkatan kompleksitasnya terdapat enam jenis produk, yaitu:
·         Unit/satuan, merupakan satu item informasi.
·         Kelas, merupakan satu set item yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik umum.
·         Hubungan/relasi, merupakan produk yang di dalamnya terdapat koneksi antara item atau variabel.
·         Sistem, merupakan produk yang saling berhubungan atau strukturnya terorganisasi.
·         Transformasi, merupakan perubahan informasi yang ada sesuai dengan fungsinya.
·         Implikasi, merupakan prediksi, kesimpulan, konsekuensi khusus dari informasi.
c.       Dimensi Operasional
Kategori yang ada dalam dimensi operasional, yaitu:
·         Kognisi, merupakan kemampuan untuk memahami, mengerti, menemukan, dan menjadi sadar.
·         Memori retensi, kemampuan menyimpan informasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
·         Memori recording, kemampuan mengkodekan informasi untuk diingat secara segera.
·         Produksi divergen, berfikir melebar atau banyak kemungkinan jawaban.
·         Produksi konvergen, berfikir memusat atau hanya satu kemungkinan jawaban.
·         Evaluasi, mengambil keputusan apakah suatu itu baik, akurat, atau memadai.
2.      Kritik Terhadap Teori Guilford
Menurut Ertiana (2012), teori struktur intelektual Guilford ini dianggap terlalu berlebihan/kompleks. Kemampuan-kemampuan inteligensi dalam teori ini belum seluruhnya dapat dibuktikan secara empiris. Beberapa ahli juga tidak dapat mereplikasi hasil Guilford pada analisis ulang.
3.      Implikasi Teori Guilford dalam Pembelajaran Matematika
Model struktur intelektual memberikan suatu jalan untuk mengorganisasikan kemampuan-kemampuan dalam kurikulum, terutama dalam penentuan kemampuan-kemampuan mana yang perlu mendapatkan perhatian. Disini guru juga dapat melihat kreativitas siswa dari kemampuannya menyelesaikan persoalan dengan ide kreatif tanpa bersumber pada satu teori saja. Dari kinerjanya, guru dapat menelusuri kembali ke dasar kemampuan mental atau faktor kecerdasan seseorang itu sendiri. Dalam menyelesaikan soal pembelajaran matematika guru dapat menerapkan soal-soal open-ended kepada siswa, dari jawaban yang diberikan siswa dapat dibuktikan bahwa kemampuan untuk memberikan berbagai alternative jawaban adalah berdasarkan informasi yang diberikan oleh guru maupun pengalaman priadinya.

DAFTAR PUSTAKA
Ertiana. 2012. Joy Paul Guilford dan Teori Inteligensi. (online): http://ertiana-fpsi11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45656-Inteligensi-Joy%20Paul%20Guilford%20dan%20Teori%20Inteligensi%20.html diakses 6 Mei 2013.
Halman, Tri Utami. 2012. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky dan Piaget. (online): http://utamitamii.blogspot.com/2012/04/teori-perkembangan-kognitif-vygotsky.html diakses 6 Mei 2013.
Kuswana, Wowo Sunaryo. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Nugroho, Joko Dwi. Perkembangan Kognitif dan Linguistik. (online): http://yustinusjokodwinugroho.files.wordpress.com/2012/03/perkembangan-kognitif-dan-linguistik.pdf diakses 9 Mei 2013.
Pontoria, Friska. 2012. Teori Inteligensi Guilford. (online): http://11116dvs.blogspot.com/2012/03/teori-inteligensi-guilford.html diakses 6 Mei 2013.
Priyanta, Dwi Budi. 2010. Relevansi Teori Piaget pada Pembelajaran Matematika (Bagian 2). (online): http://ariesvio.blogspot.com/2010/12/relevansi-teori-piaget-pada.html diakses 6 Mei 2013.
Rudiatwoko, Sigit. 2011. Teori Vygotsky. (online): http://masesigit.blogspot.com/2011/01/teori-vygotsky.html diakses 9 Mei 2013.
Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Winarto, Joko. 2011. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Implementasinya dalam Pendidikan. (online): http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan-346946.html diakses 6 Mei 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar